Rabu, 30 Mei 2012

IPS

Masyarakat Multikultural

 

Pengertian dan Ciri-ciri Masyarakat Multikultural
Sebenarnya apa sih pengertian Masyarakat Multikultural ? Apa pula ciri-ciri yang dimiliki masyarakat multikultural ? Sebagaimana telah banyak diketahui, bahwa masyarakat merupakan kategori yang paling umum untuk menyebut suatu kumpulan manusia yang saling berinteraksi secara kontinyu dalam suatu wilayah atau tempat dengan batas-batas geografik, sosial, atau kultural yang tertentu. Terdapat istilah-istilah yang lebih khusus yang digunakan untuk menyebut pengumpulan manusia dengan karakteristik tertentu. Misalnya masyarakat desa atau masyarakat kota, juga dapat dalam lingkup ruang geografik yang lebih kecil, misalnya Rukun Tetangga, Rukun Kampung, dusun, dan sebagainya.
Untuk wilayah sosial, dapat berupa kelas atau kelompok sosial tertentu. Misalnya untuk yang berjenjang dapat berupa kelas atas, kelas menengah, atau kelas bawah, sedangkan yang tidak berjenjang dapat juga kelompok kiri, kanan, atau tengah, berbagai kelompok profesi, atau sebagaimana diungkapkan Geertz, ada kelompok santri, priyayi, atau abangan. Untuk kategori wilayah kebudayaan, dapat berupaka sukubangsa atau kelompok-kelompok agama.
Demikianlah, sehingga sekali lagi masyarakat merupakan penyebutan yang paling umum dan general untuk sebuah pengumpulan manusia pada suatu wilayah. Apa yang dimaksud dengan masyarakat multikultural? Masyarakat jenis ini kadang disebut sebagai masyarakat majemuk atau plural society.
Istilah plural society, pertama kali digunakan oleh JS Furnival untuk menyebut masyarakat masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih tertib sosial, komunitas atau kelompok-kelompok yang secara kultural, ekonomi dan politik terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, atau dengan kata lain merupakan suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan.
Istilah plural atau majemuk sebenarnya berbeda dengan pengertian heterogen.Majemuk atau plural itu merupakan lawan dari kata singular atau tunggal.Sehingga, masyarakat plural itu bukan masyarakat yang tunggal. Masyarakat tunggal merupakan masyarakat yang mendukung satu sistem kebudayaan yang sama, sedangkan pada masyarakat plural, di dalamnya terdapat lebih dari satu kelompok baik etnik maupun sosial yang menganut sistem kebudayaan (subkultur) berbeda satu dengan yang lain. Sebuah masyarakat kota, mungkin tepat disebut sebagai masyarakat heterogen, sepanjang meskipun mereka berasal dari latar belakang SARA (sukubangsa, agama, ras, atau pun aliran/golongan-golongan) yang berbeda, tetapi mereka tidak mengelompok berdasarkan SARA tersebut. Heterogen lawan dari kondisi yang disebut homogen.Disebut homogen kalau anggota masyarakat berasal dari SARA yang secara relatif sama. Disebut heterogen kalau berasal dari SARA yang saling berbeda, namun sekali lagi mereka tidak mengelompok (tersegmentasi) berdasarkan SARA tersebut.
Selanjutnya, suatu masyarakat disebut multikultural, majemuk, atau plural apabila para anggota-anggotanya berasal dari SARA yang saling berbeda, dan SARA tersebut menjadi dasar pengelompokan para anggota masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdiri atas dua atau lebih kelompok etnis maupun sosial yang didasarkan pada SARA yang pada umumnya bersifat primordial, dan masing-masing mengembangkan subkultur tertentu. Interaksi antar-kelompok lebih rendah daripada interaksi internal kelompok. Bahkan, di dalam banyak masyarakat majemuk, struktur sosial yang ada sering bersifat konsolidatif, sehingga proses menuju integrasi sosialnya terhambat.
Agar lebih jelas, berikut dikemukakan ciri masyarakat multikultural menurut van Den Berghe :
1. Mengalami segmentasi ke dalam kelompok-kelompok dengan subkultur saling berbeda
2. Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang nonkomplemen
3. Kurang dapat mengembangkan konsensus mengenai nilai dasar
4. Relatif sering mengalami konflik
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan, dan/atau
6. Ketergantungan ekonomi, dan/atau
7. Dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain
Konfigirasi masyarakat multikultural.
Furnival mengemukakan bahwa apabila dilihat dari konfigurasi etnis atau kelompok yang menjadi unsurnya, paling tidak terdapat empat macam masyarakat majemuk, yaitu:
1.     Masyarakat majemuk dengan konfigurasi kompetisi seimbang.
Di antara kelompok-kelompok yang ada, masing-masing mempunyai kekuatan kompetisi yang seimbang, tidak ada satupun kelompok yang dapat menguasai yang lain. Integrasi sosial sebagai sebuah masyarakat besar tidak mudah terjadi, kecuali kalau ada di antara kelompok-kelompok tersebut yang berhasil membangun koalisi lintas kelompok, misalnya lintas etnik yang membentuknya.
2.     Masyarakat majemuk dengan konfigurasi maioritas dominan.
Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok besar dan berkuasa.
3.     Masyarakat majemuk dengan konfigurasi minoritas dominan Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok yang kecil tetapi berkuasa
4.     Masyarakat majemuk dengan konfigurasi fragmental.
Terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang satu dengan yang lain saling terpisah dan sangat terbatas interaksi dan komunikasinya. Sama dengan konfigurasi kompetisi seimbang, masyarakat majemuk jenis ini pun integrasi sosial hanya dapat dicapai apabila terjadi koalisi lintas etnis.
Faktor-faktor peyebab kemajemukan :
Meskipun menurut sejarah, masyarakat Indonesia relatif berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi karena keadaan geografiknya, akhirnya masyarakat Indonesia bersifat majemuk. Kondisi geografik yang menjadi penyebab kemajemukan masyarakat, adalah
1.     Bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Kondisi ini mengakibatkan, meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi akhirnya mereka terpisah-pisah di pulau-pulau yang saling berbeda, sehingga masing-masing terisolasi dan mengembangkan kebudayaan sendiri. Jadilah masyarakat Indonesia mengalami kemajemukan ethnik atau sukubangsa.
2.     Letak wilayah yang strategis, di antara dua benua dan dua samudera, kondisi ini mengakibatkan Indonesia banyak didatangi oleh orang-orang asing yang membawa pengaruh unsur kebudayaan, antara lain –yang paling menonjol– adalah agama. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal agama.Lima agama besar dunia ada di Indonesia.Lima agama besar yang dimaksud adalah (1) Hindu (pengaaruh India), (2) Budha (pengaruh bangsa-bangsa Asia), (3) Katholik (pengaruh kedatangan bangsa portugis), (4) Kristen (pengaruh kedatangan bangsa Belanda), dan (5) Islam (pengaruh masuknya pedagang-pedagang dari Timur Tengah).
3.     Variasi iklim, jenis serta kesuburan tanah yang berbeda di antara beberapa tempat, misalnya daerah Indonesia bagian Timur yang lebih kering, tumbuh menjadi sukubangsa peternak, daerah Jawa dan Sumatra yang dipengaruhi vulkanisme tumbuh menjadi daerah dengan masyarajat yang hidup dari bercocok tanam. Variasi iklim dan jenis serta kesuburan tanah ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal kultur, antara lain cara hidup.
Bentuk Struktur Sosial Masyarakat Majemuk
1.     Struktur sosial yang terinterseksi (intersected social structure) Kelompok-kelompok sosial yang ada dalam masyarakat dapat menjadi wadah beraktivitas dari orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang sukubangsa, agama, ras, dan aliran. Dalam bentuk struktur sosial yang demikian keanggotaan para anggota masyarakat dalam kelompok sosial yang ada saling silang-menyilang sehingga terjadi loyalitas yang juga silang-menyilang (cross-cutting affiliation dan cross-cutting loyalities). Bentuk struktur yang terinterseksi mendorong terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat multicultural.
2.     Struktur sosial yang terkonsolidasi (consolidated social structure) Dalam bentuk struktur yang demikian, kelompok-kelompok sosial yang ada hanya mewadahi orang-orang yang berlatar belakang sukubangsa, agama, ras, atau aliran yang sama. Sehingga terjadi tumpang tindih parameter dalam pemilahan struktur sosial. Orang Bali akan identik dengan orang Hindu, orang Melayu identik dengan orang Islam. Partai tertentu identik dengan orang Islam, partai yang lain identik dengan orang Kristen, dan seterusnya. Bentuk struktur sosial yang semacam ini akan menghambat terjadinya integrasi sosial dalam masyarakat multicultural, karena akan terjadi pertajaman prasangka antar-kelompok. Struktur sosial terpilah dengan parameter yang tumpang tindih, pemilahan berdasarkan sukubangsa tumpang tindih dengan pemilahan berdasrkan agama, ras, aliran, atau kelas-kelas sosial dan ekonomi. Ikatan dalam kelompok dalam akan sangat kuat, tetapi akan menimbulkan prasangka terhadap kelompok luarnya.
Perilaku dalam masyarakat multikultural
Dalam kehidupan masyarakat multikultural, sering tidak dapat dihindari berkembangnya faham-faham atau cara hidup yang didasarkan pada ethnosentrisme, primordialisme, aliran, sektarianisme, dan sebagainya.
1.     Ethnosentrisme merupakan faham atau sikap menilai kebudayaan sukubangsa/kelompok lain menggunakan ukuran yang berlaku di sukubangsa kelompok/masyarakat sendiri
2.     Primordialisme merupakan tindakan memperlakukan secara istimewa (memberi prioritas) orang-orang yang latarbelakag sukubangsa, agama, ras, aliran atau golongan yang sama dalam urusan publik.
3.     Kronisme: memprioritaskan teman. Nepotisme = memprioritaskan anggota keluarga.
4.     Politik aliran merupakan kehidupan perpolitikan yang didasarkan pada faktor-faktor primordial (SARA)
5.     Prasangka dan stereotipe ras/etnis adalah penilaian suatu ras/etnis berdasarkan pendapat orang banyak yang belum pernah dibuktikan tetapi dianggap benar
Proses integrasi dalam masyarakat multikultual
Integrasi sosial tidak hanya sebuah ungkapan normatif, melainkan juga telah lama menjadi persoalan akademik. Secara sosiologis, terdapat dua pendekatan:
1.     konsensus yang lebih menekankan pada dimensi budaya (teori struktural fungsional), dan
2.     konflik yang lebih menekankan dimensi struktural (teori struktural konflik).
Menurut pendekatan konsensus integrasi dapat dicapai melalui suatu kesepakatan tentang nilai dasar (common platform); sedangkan menurut pendekatan konflik, integrasi hanya dapat dicapai melalui dominasi satu kelompok atas lainnya.
Integrasi sosial dalam masyarakat majemuk dipengaruhi oleh beberapa ha, misalnya:
1.     struktur sosialnya, apakah interseksi atau konsolidasi,
2.     faham atau ideologi, yang berkembang dalam masyarakat apakah ethnosentrisme, primordialisme, aliran, sektarianisme, dan lain-lain, ataukah faham relativisme kebudayaan,
3.     apakah dapat berlangsung koalisi,
4.     apakah dapat membangun konsensus tentang nilai dasar,
5.     apakah berlangsung proses-proses menuju akulturasi budaya majemuk, dan
6.     adakah kelompok dominan.
Struktur sosial yang bersifat intersected, berkembangnya faham relativisme kebudayaan, koalisi lintas-etnis, konsensus tentang nilai dasar, akulturasi budaya majemuk, dan adanya kelompok dominan merupakan faktor-faktor yang mendorong berlangsungnya integrasi sosial dalam masyarakat majemuk.
Multikulturalisme dalam masyarakat multikultural
Multikulruralisme pada dasarnya merupakan cara pandang yang mengakui dan menerima adanya perbedaan-perbedaan cara berfikir, cara berperasaan, dan cara bertindak dalam masyarakat yang bersumber dari adanya latar belakang sukubangsa, agama, ras, atau aliran yang berbeda.
Multikulturalisme lahir karena adanya kesadaran bahwa di masa lalu hubungan di antara warga masyarakat dalam majemuk lebih conderung didasarkan pada primordialisme, ethnosentrisme dan aliran.Sehingga di dalam masyarakat majemuk terdapat potensi konflik di antara kelompok-kelompok atau golongan-golongan sosial yang ada. Hubungan yang demikian menimbulkan masalah dalam proses integrasi sosial dalam masyarakat majemuk. Lahirlah faham multikulturalisme yang lebih didasarkan pada pandangan tentang relativisme kebudayaan.Bahwa pada dasarnya setiap kelompok atau golongan sosial, baik itu sukubangsa, agama, ras, ataupun aliran memiliki ukuran-ukuran dan nilai-nilainya sendiri tentang suatu hal, meskipun tidak tertutup kemungkinan ditemukakannya common platform atau kesamaan di antara kelompok atau golongan-golongan yang saling berbeda itu.
Karakteristik Masyarakat Multikultur
Pengertian
Keragaman suku bangsa di Indonesia telah menimbulkan adanya perbedaan tradisi pada masyarakat.Begitu juga dengan ras, agama ataupun profesi.Perbedaan tradisi yang beragam ini harus mampu dijadikan sebagai aset bangsa bukan sebaliknya sebagai pemicu perpecahan. Apakah Indonesia merupakan contoh masyarakat multikultural ? Masyarakat multikultural secara sederhana adalah masyarakat yang memiliki beragam kebudayaan yang berbeda-beda.Istilah ini umumnya dipakai untuk menggambarkan sebuah masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok atau suku-suku bangsa yang berbeda kebudayaan.

Karakteristik Masyarakat Multikultural
Berbagai kelompok  sosial-budaya atau suku-suku bangsa  umumnya terikat oleh sebuah kepentingan bersama (the desire to be together) yang bersifat formal, yakni dalam bentuk sebuah negara. Dalam kosa kata sehari-hari, masyarakat multikultural ini lebih dikenal sebagai masyarakat majemuk.Masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok sosial-budaya atau suku bangsa. Indonesia termasuk masyarakat multikultural, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor :
1.     Keadaan Geografis Indonesia   yang terdiri dari beribu-ribu pulau telah  menimbulkan isolasi pada masyarakat.  Isolasi geografis ini mengakibatkan penduduk berbeda suku bangsa, kemudian mereka mengembangkan pola perilaku, bahasa, dan ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lainnya.
2.     Pengaruh Kebudayaan Asing yang menimbulkan  terjadinya amalgamasi (kawin campur) dan asimilasi budaya yaitu kaum pendatang dengan pribumi yang membentuk kelompok sosial-budaya suku bangsa, agama, dan kepercayaan yang berbeda-beda di Indonesia.
3.     Iklim yang berbeda antara daerah yang satu dan daerah lain sehingga menimbulkan kondisi alam yang berbeda dan akhirnya membentuk pola-pola perilaku dan sistem mata pencaharian yang berbeda - beda pula. Apakah setiap Negara di dunia termasuk masyarakat multikultural ?
Karakteristik masyarakat multikultural  menurut Pierre L. van der Berghe diantaranya sebagai berikut:
1.     Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok yang sering kali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain. Misalnya Indonesia dengan beragam suku bangsanya.
2.     Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer (tidak saling melengkapi). Dalam masyarakat multicultural, antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya  memiliki struktur sosial yang berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan masyarakatnya.
3.     Kurang mengembangkan konsensus (kesepakatan). 
Adanya latar belakang budaya yang berbeda sehingga dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat cenderung dengan cara voting  (suara terbanyak) jarang dengan cara konsensus.
4.     Secara relative sering mengalami konflik.
Kondisi ini disebabkan dalam masyarakat multicultural terdapat keragaman dalam berbagai aspek seperti, tradisi, agama, bahasa dan perbedaan lainnya.
5.     Secara relative integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
Pengaruh kondisi geografis menyebabkan adanya perbedaan tradisi antara masyarakat satu dengan lainnya. Sehingga proses integrasi atau penyatuan masyarakat dilakukan cenderung dengan cara paksaan. Dan adanya keterbatasan geografis juga menimbulkan ketergantungan ekonomi antarmasyarakat di daerah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
6.     Terdapat dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain.
Dominasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas.
Keberagaman Budaya Nusantara
BUDAYA SUKU TENGGER
SEJARAH
Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit.Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.

DESKRIPSI LOKASI
Suku bangsa Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman gunung Bromo yang terletak di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.Berdasarkan persebaran bahasa dan pola kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan.Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo.

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN :
1.     BAHASA
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit.Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.
2.     PENGETAHUAN
Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.
3.     TEKNOLOGI
Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional.Tetapi suku Tengger sendiri juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.
4.     RELIGI
Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana.Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan, Kristen, dll.Berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianut, setiap tahun mereka melakukan upacara Kasono. Selain Kasodo, upacara lain yaitu upacara Karo, Kapat, Kapitu, Kawulo, Kasanga. Sesaji dan mantra amat kental pengaruhnya dalam masyarakat suku Tengger.Masyarakat Tengger percaya bahwa mantra-mantra yang mereka pergunakan adalah mantra-mantra putih bukan mantra hitam yang sifatnya merugikan.
5.     ORGANISASI SOSIAL
PERKAWINAN. Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami.Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita.Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang baru.Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan kerabat istri.
Ø  SISTEM KEKERABATAN.
Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu.Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.
     
Ø  SISTEM KEMASYARAKATAN
Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua.Dan seluruh perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat.Masyarakat suku Tengger amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger mengangkat masyarakat lain dari luar masyarakat Tengger sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya bisa menjadi warga kehormatan di masyarakat Tengger. Masyarakat muslim Tengger biasanya tinggal di desa-desa yang agak bawah sedangkan Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di atasnya.
6.     MATA PENCAHARIAN
Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung.Jagung adalah makanan pokok suku Tengger.Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.
7.     KESENIAN
Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya, namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.

Ø  NILAI-NILAI BUDAYA
Orang Tengger sangat dihormati oleh masyarakat Tengger karena mereka selalu hidup rukun, sederahana, dan jujur serta cinta damai. Orang Tenggr suka bekerja keras, ramah, dan takut berbuat jahat seperti mencuri karena mereka dibayangi adanya hukum karma apabila mencuri barang orang lain maka akan datang balasan yaitu hartanya akan hilang lebih banyak lagi. Orang Tengger dangat menghormati Dukun dan Tetua adat mereka.
Ø  ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan yang terlihat adalah pada sektor pariwisata misalnya dengan pembangunan-pembanguna akses-akses menuju gunung Bromo agar lebih mudah dijangkau oleh wisatawan.Desa Tosari merupakan salah satu pintu gerbang daerah Tengger, desa ini memanjang dari utara sampai selatan.Di tengah desa itu terdapat pasar dan tempat-tempat ibadah seperti masjid bagi umat Islam dan pura bagi umat Hindu. Selain itu terdapat pula kantor kelurahan, kantor kecamatan, dan koramil, kantor PKK, sekolah dasar, madrasah, taman-kanak-kanak, pos kesehatan, dan taman gizi serta puskesmas. Jadi desa-desa yang ada di wilayah Tengger sudah cukup maju.
SUKU SUNDA
SEJARAH
Sunda sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang.Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak (1610­) dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625). Menurut RW. Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul.Suku Sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indeonesia.Yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat.Daerah yang juga sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.

DESKRIPSI LOKASI
Secara cultural daerah Pasundan di daerah timur dibatasi oleh sungai-sungai Cilosari dan Citanduy, yang merupakan perbatassan bahasa.Wilayah ini sendiri memiliki luas 55.390 km² serta terdiri atas 20 kabupaten.Tanah Pasundan ini dikenal karena iklimnya yang sejuk dan keindahan panoramanya.Berada di daerah dataran tinggi dengan curah hujan tinggi sehingga kesuburan tanahnya tidak diragukan lagi.Pada tahu 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat.Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sundan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia.Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.

UNSUR-UNSUR BUDAYA :
1.      BAHASA
Bahasa Sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu unda-usuk bahasa untuk membedakan golongan usia dan status sosial antara lain yaitu :
1.      Bahasa Sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang yang dituakan atau disegani.
2.      Bahasa Sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya.
3.      Bahasa Sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah. Namun demikian, di Serang, dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa.
2.      RELIGI
Sebagain besar masyarakat suku Sunda menganut agama Islam, namun ada pula yang beragama kristen, Hindu, Budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat, karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu. Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan gaib.Terdapat juga adanya upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lainnya.
3.      TEKNOLOGI
Hasil-hasil teknologi terkini sangat mudah didapatkan seperti alat-alat yang digunakan untuk pertanian yang dasa jaman dulu masih menggunakan alat-alat tradisional, kini sekarang telah berubah menggunakan alat-alat modern, seperti traktor dan mesin penggiling padi. Disamping itu juga sudah terdapat alat-alat telekomunikasi dan barang elektronik modern.
4.      MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah :
1.       Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
2.       Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
3.       Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.
Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.
5.      ORGANISASI SOSIAL
Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belh phak orang tua. Pada saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama.Setelah menikah, pengantin baru bisa tinggal ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal ditempat baru atau neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilh tujuh generasi keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :
Ø  Tujuh generasi keatas :
1.     Kolot
2.     Embah
3.     Buyut
4.     Bao
5.     Janggawareng
6.     Udeg-udeg
7.     Gantung siwur
Ø  Tujuh generasi kebawah :
1.     Anak
2.     Incu
3.     Buyut
4.     Bao
5.     Janggawareng
6.     Udeg-udeg
7.     Gantung siwur
6.      SISTEM PENGETAHUAN
Fasilitas yang cukup memadai dalam bidang pengetahuan maupun informasi memudahkan masyarakat dalam memilih institusi pendidikan yang akan mereka masuki dalam berbagai jenjang. Seperti pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat 358.000 murid sekolah dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164 murid sekolah dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%.Pada saat ini pada era ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia universitas-universitas, fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.
7.      KESENIAN
Masyarakat Sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat berbagai jenis kesenian, diantaranya seperti :
1.       Seni tari : tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.
2.       Seni suara dan musik :
a.     Degung (semacam orkestra) : menggunakan gendang, gong, saron, kecapi, dll.
b.    Salah satu lagu daerah Sunda antara lain yaitu Bubuy bulan, Es lilin, Manuk dadali, Tokecang dan Warung pojok.
3.       Wayang golek
4.       Senjata tradisional yaitu kujang

Seni Budaya

Pengertian Seni Budaya Menurut Beberapa Tokoh

 


Seni tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika.Beberapa pakar tari melalui simulasi di bawah ini beberapa tokoh yang mendalami tari menyatakan sebagai berikut.
1.        Haukin menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk  gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta (Haukins: 1990, 2).
2.        Di sisi lain ditambahkan oleh La Mery bahwa ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan.Untuk menjadi bentuk yang nyata maka Suryo mengedepankan tentang tari dalam ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif (Meri:1987, 12). Dalam upaya merefleksikan tari kedua tokoh sejalan.
Tari sering kita lihat dalam berbagai acara baik melalui media televisi (TV), maupun berbagai kegiatan lain seperti pada acara khusus berupa pergelaran tari,dan acara  tontonan dalam kegaiatan kenegaraan maupun acara-acara yang berkaitan dengan keagamaan, perkawinan maupun pesta lain yang berhubungan dengan adat. Tari merupakan salah satu cabang seni, di mana media ungkap yang digunakan adalah tubuh. Tari mendapat perhatian besar di masyarakat. Tari ibarat bahasa gerak  merupakan alat ekspresi manusia sebagai media komunikasi yang universal dan dapat dinikmati oleh siapa saja, pada waktu kapan saja. Sebagai sarana komunikasi, tari memiliki peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Pada berbagai acara tari dapat berfungsi menurut kepentingannya. Masyarakat membutuhkan tari bukan saja sebagai kepuasan estetis, melainkan dibutuhkan juga sebagai sarana upacara Agama dan Adat.Apabila disimak secara khusus, tari membuat seseorang tergerak untuk mengikuti irama tari, gerak tari, maupun unjuk kemampuan, dan kemauan kepada umum secara jelas. Tari memberikan penghayatan rasa, empati, simpati, dan kepuasan tersendiri terutama bagi pendukungnya.

Media ungkap tari berupa keinginan/hasrat berbentuk refleksi gerak baik secara spontan, ungkapan komunikasi kata-kata, dan gerak-gerak maknawi maupun bahasa tubuh/gestur. Makna yang diungkapkan dapat diterjemahkan penonton melalui denyut atau detak tubuh. Gerakan denyut tubuh memungkinkan penari mengekspresikan perasaan maksud atau tujuan tari.

Elemen utamanya berupa gerakan tubuh yang didukung oleh banyak unsur, menyatu-padu secara performance yang secara langsung dapat ditonton atau dinikmati pementasan di atas pentas. Dengan demikian untuk meperoleh gambaran yang jelas tentang tari secara jelas.
Seperti dikutip oleh M. Jazuli dalam (Soeryobrongto:1987, 12-34) dikemukakan bahwa gerak-gerak anggota tubuh yang selaras dengan bunyi musik adalah tari. Irama musik sebagai pengiring dapat digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan yang ingin disampaikan pencipta tari melalui penari (Jazuli, 1994:44).

Pada dasarnya gerak tubuh yang berirama atau beritmeritme memiliki potensi menjadi gerak tari. Salah satu cabang seni tari yang di dalamnya mempelajari gerakan sebagai sumber kajian adalah tari. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu bergerak. Gerak dapat dilakukan dengan berpindah tempat (Locomotive Movement). Sebaliknya, gerakan di tempat disebut gerak di tempat (Stationary Movement).

Hal lain juga disampaikan oleh Hawkins bahwa, tari adalah ekspresi perasaan manusia yang diubah ke dalam imajinasi dalam bentuk media gerak sehingga gerak yang simbolis tersebut sebagai ungkapan si penciptanya (Hawkins, 1990:2). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dirangkum bahwa, pengertian tari adalah unsur dasar gerakyang diungkapan atau ekspresi dalam bentuk perasaan sesuai keselarasan irama.

Dengan demikian dapat diakumulasi bahwa tari adalah gerak-gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak ritmis. Tari juga bisa dikatakan sebagai ungkapan ekspresi perasaan manusia yang diubah oleh imajinasi dibentuk media gerak sehingga menjadi wujud gerak simbolis sebagai ungkapan koreografer. Sebagai bentuk latihanlatihan, tari digunakan untuk mengembangkan kepekaan gerak, rasa, dan irama seseorang. Oleh sebab itu, tari dapat memperhalus pekerti manusia yang mempelajarinya.


Tarian Indonesia

1.        Tari Bali dipersembahkan di pura.

Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.



Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.









Era Sejarah

Tari bercorak prasejarah atau tari suku pedalaman

1.        Tari perang Papua dari Kabupaten Kepulauan Yapen.

2.        Tari Kabasaran, Minahasa Sulawesi Utara.

Sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, suku bangsa di kepulauan Indonesia sudah mengembangkan seni tarinya tersendiri, hal ini tampak pada berbagai suku bangsa yang bertahan dari pengaruh luar dan memilih hidup sederhana di pedalaman, misalnya di Sumatra (Suku Batak, Nias, Mentawai), di Kalimantan (Dayak, Punan, Iban), di Jawa (Badui), Sulawesi (Toraja, Minahasa), Kepulauan Maluku dan Papua (Dani, Asmat, Amungme).

Banyak ahli antropologi percaya bahwa tarian di Indonesia berawal dari gerakan ritual dan upacara keagamaan. Tarian semacam ini biasanya berawal dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit, tarian untuk memanggil hujan, dan berbagai jenis tarian yang berkaitan dengan pertanian seperti tari Hudoq suku Dayak. Tarian lain diilhami oleh alam, misalnya Tari Merak dari Jawa Barat. Tarian jenis purba ini biasanya menampilkan gerakan berulang-ulang seperti tari Tor-Tor suku Batak dari Sumatra Utara. Tarian ini juga bermaksud untuk membangkitkan roh atau jiwa yang tersembunyi dalam diri manusia, juga dimaksudkan untuk menenangkan dan menyenangkan roh-roh tersebut. Beberapa tarian melibatkan kondisi mental seperti kesurupan yang dianggap sebagai penyaluran roh ke dalam tubuh penari yang menari dan bergerak di luar kesadarannya. Tari Sanghyang Dedari adalah suci tarian istimewa di Bali, dimana gadis yang belum beranjak dewasa menari dalam kondisi mental tidak sadar yang dipercaya dirasuki roh suci. Tarian ini bermaksud mengusir roh-roh jahat dari sekitar desa. Tari Kuda Lumping dan tari keris juga melibatkan kondisi kesurupan.

Tari bercorak Hindu-Buddha

1.       Lakshmana, Rama dan Shinta dalam sendratari Ramayana di Prambanan, Jawa.

Dengan diterimanya agama dharma di Indonesia, Hinduisme dan Buddhisme dirayakan dalam berbagai ritual suci dan seni. Kisah epik Hindu seperti celebrated Ramayana, Mahabharata dan juga Panji menjadi ilham untuk ditampilkan dalam tari-drama yang disebut "Sendratari" menyerupai "ballet" dalam tradisi barat. Suatu metode tari yang rumit dan sangat bergaya diciptakan dan tetap lestari hingga kini, terutama di pulau Jawa dan Bali. Sendratari Jawa Ramayana dipentaskan secara rutin di Candi Prambanan, Yogyakarta; sementara snedratari yang bertema sama dalam versi Bali dipentaskan di berbagai Pura di seluruh pulau Bali. Tarian Jawa Wayang orang mengambil cuplikan dari episode Ramayana atau Mahabharata. Akan tetapi tarian ini sangat berbeda dengan versi India. Meskipun sikap tubuh dan tangan tetap dianggap penting, tarian Indonesia tidak menaruh perhatian penting terhadap mudra sebagaimana tarian India: bahkan lebih menampilkan bentuk lokal. Tari keraton Jawa menekankan kepada keanggunan dan gerakannya yang lambat dan lemah gemulai, sementara tarian Bali lebih dinamis dan ekspresif. Tari ritual suci Jawa Bedhaya dipercaya berasal dari masa Majapahit pada abad ke-14 bahkan lebih awal, tari ini berasal dari tari ritual yang dilakukan oleh gadis perawan untuk memuja Dewa-dewa Hindu seperti Shiwa, Brahma, dan Wishnu.

Di Bali, tarian telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual suci Hindu dharma. Beberapa ahli percaya bahwa tari Bali berasal dari tradisi tari yang lebih tua dari Jawa. Relief dari candi di Jawa Timur dari abad ke-14 menampilkan mahkota dan hiasan kepala yang serupa dengan hiasan kepala yang digunakan di tari Bali kini. Hal ini menampilkan kesinambungan tradisi yang luar biasa yang tak terputus selama sedikitnya 600 tahun. Beberapa tari sakral dan suci hanya boleh dipergelarkan pada upacara keagamaan tertentu. Masing-masing tari Bali memiliki kegunaan tersendiri, mulai dari tari suci untuk ritual keagamaan yang hanya boleh ditarikan di dalam pura, tari yang menceritakan kisah dan legenda populer, hingga tari penyambutan dan penghormatan kepada tamu seperti tari pendet. Tari topeng juga sangat populer di Jawa dan Bali, umumnya mengambil kisah cerita Panji yang dapat dirunut berasal dari sejarah Kerajaan Kediri abad ke-12. Jenis tari topeng yang terkenal adalah tari topeng Cirebon dan topeng Bali.

Tari bercorak Islam

1.       Tari Saman dari Aceh.

Sebagai agama yang datang kemudiam, Agama Islam mulai masuk ke kepulauan Nusantara ketika tarian asli dan tarian dharma masih populer. Seniman dan penari masih menggunakan gaya dari era sebelumnya, menganti kisah cerita yang lebih berpenafsiran Islam dan busana yang lebih tertutup sesuai ajaran Islam. Pergantian ini sangat jelas dalam Tari Persembahan dari Jambi. Penari masih dihiasi perhiasan emas yang rumit dan raya seperti pada masa Hindu-Buddha, tetapi pakaiannya lebih tertutup sesuai etika kesopanan berbusana dalam ajaran Islam.

Era baru ini membawa gaya baru dalam seni tari: Tari ZapinMelayu dan Tari SamanAceh menerapkan gaya tari dan musik bernuansa Arabia dan Persia, digabungkan dengan gaya lokal menampilkan generasi baru tarian era Islam. Digunakan pula alat musik khas Arab dan Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang yang menjadi alat musik utama dalam tarian bernuansa Islam, begitu pula senandung nyanyian pengiring tarian yang mengutip doa-doa Islami.

Pendukung

Tari keraton

1.        Tari Golek Ayun-ayun, dari Keraton Yogyakarta

2.        Tari Jaipongan, tari tradisi rakyat Sunda

Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana. Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam tradisi tari Jawa. Strata masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas berbagai pengaruh.

Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisi gamelan pengiring tarian tersebut. Tarian istana juga terdapat dalam tradisi istana Bali dan Melayu, yang bisanya—seperti di Jawa—juga menekankan pada kehalusan, keagungan dan gengsi. Tarian Istana Sumatra seperti bekas Kesultanan Aceh, Kesultanan Deli di Sumatra Utara, Kesultanan Melayu Riau, dan Kesultanan Palembang di Sumatra Selatan lebih dipengaruhi budaya Islam, sementara Jawa dan Bali lebih kental akan warisan budaya Hindu-Buddhanya.

Tari rakyat

Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan sosial dari masyarakyatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis, enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial pergaulannya daripada fungsi ritual.

Tari Ronggeng dan tari Jaipongansuku Sunda adalah contoh yang baik mengenai tradisi tari rakyat. Keduanya adalah tari pergaulan yang lebih bersifat hiburan. Seringkali tarian ini menampilkan gerakan yang dianggap kurang pantas jika ditinjau dari sudut pandang tari istana, akibatnya tari rakyat ini seringkali disalahartikan terlalu erotis atau terlalu kasar dalam standar istana. Meskipun demikian tarian ini tetap berkembang subur dalam tradisi rakyat Indonesia karena didukung oleh masyarakatnya. Beberapa tari rakyat tradisional telah dikembangkan menjadi tarian massal dengan gerakan sederhana yang tersusun rapi, seperti tari Poco-poco dari Minahasa Sulawesi Utara, dan tari Sajojo dari Papua.

Tradisi

Tari tradisional

Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman bangsa Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian Sunda, tarian Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan masih banyak lagi adalah seni tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun demikian tari ini tetap dikembangkan hingga kini. Beberapa tari mungkin telah berusia ratusan tahun, sementara beberapa tari berlanggam tradisional mungkin baru diciptakan kurang dari satu dekade yang lalu. Penciptaan tari dengan koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu masih dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru. Tari kreasi baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah sirna, penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni tari tradisional.

Sekolah seni tertentu di Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) yang tersebar di Denpasar, Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya mendukung dan menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni tari tradisional di Indonesia. Beberapa festival tertentu seperti Festival Kesenian Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk menampilkan tari kreasi baru karya mereka.

Tari kontemporer

1.        Tari modern pengiring pagelaran musik

Seni tari kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari ballet dan tari modern barat. Pada tahun 1954, dua seniman dar Yogyakarta — Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana — merantau ke Amerika Serikat untuk belajar ballet dan tari modern dengan berbagai sanggar tari disana. Ketika kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka membawa budaya berkesenian baru, yang pada akhirnya mengubah arah, wajah dan pergerakan dan koreografi baru, mereka memperkenalkan gagasan seni tari sebagai ekspresi pribadi sang seniman ke dalam seni tari Indonesia.[3] Gagasan seni tari sebagai media ekspresi pribadi seniman telah membangkitkan seni tari Indonesia, dari yang semula selalu berlatar tradisi menjadi ekspresi seni, melalui paparan sang seniman terhadap berbagai latar belakang seni dan budaya yang lebih luas dan kaya. Seni tari tradisional Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer di Indonesia, misalnya langgam tari Jawa berupa pose dan sikap tubuh serta keanggunan gerakan seringkali muncul dalam pagelaran seni tari kontemporer di Indonesia. Kolaborasi internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.

Tari modern Indonesia juga seringkali ditampilkan dalam dunia industri hiburan dan pertunjukan Indonesia, misalnya tarian pengiring nyanyian, pagelaran musik, atau panggung hiburan. Kini dengan derasnya pengaruh budaya pop dari luar negeri, terutama dari Amerika serikat, beberapa tari modern seperti tari jalanan (street dance) juga merebut perhatian kaum muda Indonesia.

Macam-macam Tarian dari Indonesia

1.        Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
Tari Perang



2.        Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.



3.        Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.
Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.



4.        Tari Kancet Lasan
Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.



5.        Tari Leleng
Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.



6.        Tari Hudoq
Tarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.



7.        Tari Hudoq Kita'
Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.



8.        Tari Serumpai
Tarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).



9.         Tari Belian Bawo
Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.



10.     Tari Kuyang
Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.



11.     Tari Pecuk Kina
Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.



12.      Tari Datun
Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.



13.     Tari Ngerangkau
Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.



14.     Tari Baraga' Bagantar
Awalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq. Seni tari suku Kutai dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni Seni Tari Rakyat dan Seni Tari Klasik.




Seni Tari Rakyat
Merupakan kreasi artistik yang timbul ditengah-tengah masyarakat umum. Gerakan tarian rakyat ini menggabungkan unsur-unsur tarian yang ada pada tarian suku yang mendiami daerah pantai. Yang termasuk dalam Seni Tari Rakyat adalah:



1.        Tari Jepen
Jepen adalah kesenian rakyat Kutai yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Kesenian ini sangat populer di kalangan rakyat yang menetap di pesisir sungai Mahakam maupun di daerah pantai. Tarian pergaulan ini biasanya ditarikan berpasang-pasangan, tetapi dapat pula ditarikan secara tunggal. Tari Jepen ini diiringi oleh sebuah nyanyian dan irama musik khas Kutai yang disebut dengan Tingkilan. Alat musiknya terdiri dari gambus (sejenis gitar berdawai 6) dan ketipung (semacam kendang kecil).Karena populernya kesenian ini, hampir di setiap kecamatan terdapat grup-grup Jepen sekaligus Tingkilan yang masing-masing memiliki gayanya sendiri-sendiri, sehingga tari ini berkembang pesat dengan munculnya kreasi-kreasi baru seperti Tari Jepen Tungku, Tari Jepen Gelombang, Tari Jepen 29, Tari Jepen Sidabil dan Tari Jepen Tali.

Seni Tari Klasik
Merupakan tarian yang tumbuh dan berkembang di kalangan Kraton Kutai Kartanegara pada masa lampau. Yang termasuk dalam Seni Tari Klasik Kutai adalah:

1.        Tari Persembahan
Dahulu tarian ini adalah tarian wanita kraton Kutai Kartanegara, namun akhirnya tarian ini boleh ditarikan siapa saja. Tarian yang diiringi musik gamelan ini khusus dipersembahkan kepada tamu-tamu yang datang berkunjung ke Kutai dalam suatu upacara resmi. Penari tidak terbatas jumlahnya, makin banyak penarinya dianggap bagus.



2.        Tari Ganjur
Tari Ganjur merupakan tarian pria istana yang ditarikan secara berpasangan dengan menggunakan alat yang bernama Ganjur (gada yang terbuat dari kain dan memiliki tangkai untuk memegang). Tarian ini diiringi oleh musik gamelan dan ditarikan pada upacara penobatan raja, pesta perkawinan, penyambutan tamu kerajaan, kelahiran dan khitanan keluarga kerajaan. Tarian ini banyak mendapat pengaruh dari unsur-unsur gerak tari Jawa (gaya Yogya dan Solo).



3.        Tari Kanjar
Tarian ini tidak jauh berbeda dengan Tari Ganjur, hanya saja tarian ini ditarikan oleh pria dan wanita dan gerakannya sedikit lebih lincah. Komposisi tariannya agak lebih bebas dan tidak terlalu ketat dengan suatu pola, sehingga tarian ini dapat disamakan seperti tari pergaulan. Tari Kanjar dalam penyajiannya biasanya didahului oleh Tari Persembahan, karena tarian ini juga untuk menghormati tamu dan termasuk sebagai tari pergaulan.



4.        Tari Topeng Kutai
Tari ini asal mulanya memiliki hubungan dengan seni tari dalam Kerajaan Singosari dan Kediri, namun gerak tari dan irama gamelan yang mengiringinya sedikit berbeda dengan yang terdapat di Kerajaan Singosari dan Kediri. Sedangkan cerita yang dibawakan dalam tarian ini tidak begitu banyak perbedaannya, demikian pula dengan kostum penarinya. Tari Topeng Kutai terbagi dalam beberapa jenis sebagai berikut:

1.         Penembe

2.        Kemindhu

3.        Patih

4.        Temenggung

5.        Kelana

6.        Wirun

7.        Gunung Sari

8.        Panji

9.        Rangga

10.     Togoq

11.     Bota

12.     Tembam

Tari Topeng Kutai hanya disajikan untuk kalangan kraton saja, sebagai hiburan keluarga dengan penari-penari tertentu. Tarian ini juga biasanya dipersembahkan pada acara penobatan raja, perkawinan, kelahiran dan penyambutan tamu kraton.
5.        Tari Dewa Memanah
Tarian ini dilakukan oleh kepala Ponggawa dengan mempergunakan sebuah busur dan anak panah yang berujung lima. Ponggawa mengelilingi tempat upacara diadakan sambil mengayunkan panah dan busurnya keatas dan kebawah, disertai pula dengan bememang (membaca mantra) yang isinya meminta pada dewa agar dewa-dewa mengusir roh-roh jahat, dan meminta ketentraman, kesuburan, kesejahteraan untuk rakyat.